Rabu, 17 September 2008

Kisah Tragis Kurt Cobain


Bukan hanya karena berhasil mendapat kesempatan wawancara dengan Courtney Love, janda Kurt Cobain, jika Chales R. Cross mendapat banyak pujian. Tapi lebih karena Cross dalam biografi vokalis band Nirvana ini berhasil menguak kisah pilu dibalik kesuksesan Cobain, dalam buku Heavier Than Heaven: A Biography of Kurt Cobain (Hyperion).

Cross berhasil mengorek sejumlah kesan orang-orang terdekat Cobain tentang vokalis eksentrik yang bunuh diri pada 1994 itu. Cobain meninggal dunia pada usia belia, 27 tahun. Cross bahkan juga berhasil menunjukkan sebuah rekaman yang dibuat pada pesta Cobain pada 1987. Pesta tersebut dihadiri hanya sekitar 15 orang dan berlokasi di Aberdeen, Washington, sebuah kota penebangan hutan miskin, tempat Cobain dibesarkan.

Krist Novoselic, yang kemudian menjadi pembetot bas di Nirvana dan penabuh drum Aaron Burckhard tampak bermain musik bersama Cobain. Musik band ini tampak sangat natural, bahkan band ini belum memiliki nama. Tapi beberapa lagu yang dinyanyikan Cobain adalah lagu yang kemudian muncul di album-album Nirvana, seperti Downer, Mexican Seafood, dan Hairspray Queen.

"Aku tak percaya peristiwa itu direkam," kata Cross via telepon di rumahnya di Seattle Washington. "Jika Anda sekali saja berpikir tentangnya, ini menjadi bukti sejarah yang signifikan dengan memiliki rekaman konser pertama band apapun, The Beatles, The Rolling Stones, atau Nirvana. Luar biasa, ini sungguh fantastis."

Keterkejutan yang sama seringkali dilontarkan mereka yang pertama kali membaca buku nonfiksi karya Cross ini. Dilihat dari hardcover buku itu, orang pasti akan mengetahui bahwa buku ini sebagai peringatan atas 10 tahun kesuksesan rilis Smells Like Teen Spirit pada 1991.

The Seattle Post-Intelligencer menulis, "Kisah singkat hidup Kurt Donald Cobain yang tak bahagia, kini jadi berharga untuk biografer", meski sebenarnya tak mudah untuk menggali kehidupan orang yang pernah sukses dan memiliki karier musik sebrilian Cobain. Tak pernah ada yang menggali sedalam yang dikerjakan Cross.

Sebagai mantan editor majalah hiburan The Rocket di Seattle, Cross juga pernah menulis biografi Led Zeppelin dan Bruce Springsteen. Untuk buku Cobain, Cross mesti melakukan tak kurang dari 400 wawancara selama empat tahun. Yang paling mengharukan adalah ia berhasil mendapat kepercayaan penuh dari Love, istri Cobain dan Novoselic.

Sementara Dave Grohl, mantan drumer Nirvana menolak untuk direkam hasil wawancaranya. Bahkan orang tua Cobain juga bersedia bercerita tentang detail perceraian mereka yang sangat menyakitkan bagi Cobain kecil yang baru berusia 9 tahun saat itu. Termasuk hancurnya hubungan orang tua dan anak dalam keluarga Cobain.

Cross berhasil menemukan catatan harian Cobain. Tercatat band Nirvana pada 1994 berformasi Dave Grohl, Krist Novoselic dan Kurt Cobain, dimanajeri salah seorang saudari mereka, Frances. Buku catatan Cobain tersebut adalah buku catatan berisi 28 halaman yang diikat dengan spiral berisi tulisan tangan kidal Cobain yang acak-acakan.

Buku ini mendokumentasikan setiap kejadian dalam hidup Cobain. Mulai saat ia menjadi gelandangan tanpa tempat tinggal di usia remaja, hingga kegilaan sebagai pesohor dan betapa MTV terlalu banyak menyorotnya saat ia menjadi pecandu obat paling populer dalam generasinya.

Kisah dalam buku harian ini sangat tak terduga. Satu kali Love mengatakan, mestinya Cross membaca buku harian Cobain yang tak disangka keberadaannya oleh Cross. Tawaran mendapatkan buku harian tersebut muncul tanpa Cross mesti menawarkan banyak selain tujuannya menulis biografi Cobain.

"Aku mendapatkannya tanpa mengorbankannya apapun," kata Cross. "Buku harian ini memberi warna yang dramatis pada buku saya, karena ini memberi kesan inilah suara Cobain," kata Cross. Tapi hasil riset ini seperti yang diakui Cross bukanlah buku yang bisa dibaca untuk bersenang-senang. Penulisannya tak ada yang berbeda, tapi beberapa bagian dalam buku ini telah membuat Cross ingin menangis.

Dokumen Heavier Than Heaven banyak menyoroti kisah sedih Cobain kecil. Dari seorang anak tak berdosa hingga saat ia tinggal dengan Ayah, Ibu dan saudara perempuannya di dalam rumah mobil yang sesak akan asap rokok. Kegalauan hidup Cobain semakin lengkap ketika ayah ibunya memutuskan untuk bercerai.

Lalu muncul kontradiksi dalam hidup Cobain. Pertama saat ia berhasil meraih sukses lewat jalur musik keras, menikah dengan Love dan menjadi ayah bagi Frances Bean Cobain. Cobain lalu mengalami depresi, terlibat dengan obat terlarang, kecanduan heroin dan mengakhiri hidupnya dengan senjata api. Saat bunuh diri, darah Cobain mengandung heroin berkadar tinggi yang bisa juga membunuhnya.

"Hidupnya bagaikan Titanic," kata Cross dalam bukunya. "Tahu kan? Kapal besar yang tenggelam." Cross mengatakan penilaian yang obyektif dibutuhkan untuk menilai kehidupan Cobain, baik kesedihannya atau sebaliknya.

"Aku merasa komitmenku untuk Kurt, dengan menceritakan kisah ini, bahkan juga kisah yang menyedihkan dan kisah yang membuatnya tampak buruk," kata Cross. "Aku ingin memperlakukannya sebagai figur sejarah, tidak sebagaimana kita memperlakukan figur politik dengan menceritakan kejadian-kejadian dalam hidup mereka." Cross menginginkan lebih dari itu. Kini dalam usia 44 tahun Cross merasa ia telah mengenal Cobain sepanjang hidupnya dan memproklamirkan diri sebagai penggemar terbesar grup Nirvana.

"Dia bisa menjual emosi lewat lagunya," kata Cross. "Dengarlah 10 detik pertama lagu Smells Like Teen Spirit dan Anda tak akan pernah tahu tentang apa liriknya. Tapi Anda akan tahu dengan segera emosi yang diusung lagu ini. Kita tak tahu kenapa dia marah, tapi kita tahu bahwa ia sedang marah." Ini adalah bentuk kegilaan yang kontradiktif yang membuat Cobain sulit untuk dimengerti dan membuat penelitian Cross yang ekstensif jadi sangat penting.

Pada satu titik, kata Cross, ia merasa perlu datang ke sebuah konferensi tentang kasus overdosis heroin untuk lebih memahami subyek tulisannya. Di akhir konferensi Cross menyimpulkan satu kebenaran yang tragis: setiap orang muda yang menjadi sangat terkenal dan berkenalan dengan heroin akan meninggal karena overdosis heroin.

Cross memang beruntung bisa mendapatkan kemudahan untuk mengumpulkan keping demi keping kisah hidup Cobain. Tapi yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah segala yang ditinggalkan Cobain bisa menjadi fakta perjalanan hidupnya. Sangat sulit untuk dijawab.

"Aku dengan sangat intensif selalu menghindar menjadi seorang psikoanalisis," kata Cross. "Tak ada satu pernyataan pun yang kugunakan dalam bukuku. Aku pikir ada banyak penilaian tentang bagaimana kita menilai mereka yang kecanduan dalam masyarakat kita," katanya. "Aku kira tujuanku menulis buku ini adalah untuk bercerita tanpa menghakimi."